Sejarah
YPPK Dr. J. B. SITANALA
Jacob Bernadus Sitanala
Pada tanggal 18
September Tahun 1889 di desa Kayeli Pulau Buru, lahir seorang anak laki-laki
dari pasangan Jacob Sitanala dan Maria Hunila yaitu Jacob Bernadus Sitanala. Jacob
Sitanala adalah seorang pemuda yang berasal dari negeri suli sedangkan istrinya
Maria Hunila adalah seorang gadis yang berasal dari desa hative Kota ambon. Sebenarnya
Jacob Bernadus dan orang tuanya berasal dan berketurunan dari keluarga besar
(famili) Sitanala di negeri (desa) Suli pulau Ambon. Di dalam kehidupan
masyarakat Adat di desa Suli, keluarga besar atau "mata-rumah".
Sitanala termasuk salah satu mata-rumah yang dihargai masyarakat desa karena
sesuai dengan sejarah desa mereka termasuk mata-rumah pimpinan dan mempunyai
pengaruh yang besar. Di dalam perkembangan pemerintahan adat di desa, keluarga
atau mata-rumah Sitanala pernah pula menjabat jabatan "Kepala Soa"
yaitu pembantu Bapak Raja (Kepala Desa) dalam menjalankan pemerintahan
sehari-hari.
Ayah Jacob
Bemadus adalah seorang pemuda yang suka
merantau, bersifat dinamis dan selalu berusaha keras untuk mencapai cita-citanya.
Ia lebih suka berusaha di bidang swasta dan tidak terikat kepada atasan. Oleh
karena itu Jacob Sitanala ini memilih pekerjaan pada mulanya sebagai pembantu
dari para pedagang dan pengusaha setempat, yaitu dua keluarga Tionghoa yang
terkenal, masing-masing keluarga Ong Kie Hong dan Nio Kik Ching. Pada akhirnya
Jacob dapat berusaha sendiri dan mengumpulkan banyak uang, yang kemudian
dipakai untuk mengusahakan dan membiayai persekolahan puteranya yang sulung si
Jacob Bernadus.
Jacob Bernadus sejak kecil telah menunjukkan sifat teliti, tekun , disiplin dan ramah terhadap keluarga, maupun lingkungan masyarakatnya. Namun untuk mencapai sesuatu yang diinginkan ia bersikap keras dan berpendirian teguh. Di antara terman-teman sebayanya ia selalu bertindak sebagai pemimpin. Jacob Bernadus juga memiliki sifat dinamis dan berani. Jika terjadi perselisihan atau perkelahian antar kawan - kawan, Jacob selalu di depan dan mengambil resiko meskipun secara fisik ia nampaknya tidak terlalu tegap dan besar. Setelah menginjak masa bersekolah, Jacob Bernadus dan orang tuanya pulang kembali ke Suli dan selanjutnya menetap di kota Ambon. Pada waktu itu di kota Ambon sekolah dasar yang dipandang masyarakat sebagai sekolah yang bermutu dan bernilai adalah sekolah yang berbahasa Belanda antara lain HIS (Hollandsch lnlandsche School), ELS (Europesche Lagere School) dan Sekolah Rakyat Ambonsche Burger School. Sekolah-sekolah tersebut tidak mungkin dimasuki oleh anak seorang petani atau pedagang rakyat pribumi. Dengan demikian sekolah-sekolah tersebut tertutup bagi Jacob Bernadus. Akan tetapi karena usaha yang keras dari pamannya Josep Christian yang adalah seorang guru keluaran Kwekschool Ambon, akhirnya Jacob Bernadus dapat dimasukkan ke Ambonsche Burger School. Setelah menamatkan pelajarannya di Ambonsche Burgerschool di kota Ambon, Jacob melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Dokter di Jakarta, yang lebih dikenal dengan nama STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Arts). Setelah berhasil menempuh ujian masuk pada tanggal 18 Januari 1904, Jacob diterima menjadi siswa STOVIA. Selama mengikuti pendidikan di STOVIA ternyata Jacob Bernadus mempunyai otak yang cerdas. Ia menunjukkan kelebihan dari kawan-kawannya seperti halnya waktu di Ambonsche Burgerschool di Ambon. Pendidikan di STOVIA waktu itu minimal sembilan tahun. Seleksi yang ketat diadakan melalui ujian-ujian secara bertahap. Dengan demikian siswa yang tidak ulet dan cerdas pasti meninggalkan bangku kuliah. Jacob Bernadus ternyata dapat menyelesaikan studinya dalam waktu delapan tahun, berkat keuletan dan ketekunan serta doa restu dari orang tuanya. Ia lulus dengan predikat "sangat baik" dan peristiwa bersejarah ini terjadi pada tanggal 30 Juli tahun 1912. Sejak itu Jacob Bernadus Sitanala berhak memakai gelar dokter. Kemudian ia diangkat menjadi Gouvemements lndische Arts.
Pada tahun 1926
dokter J. B. Sitanala berhasil pula memperoleh diploma Yederlandsclz Arts dan
pada tahun 1927 mendapat gelar Doktor dan Guru besar dalam Ilmu Penyakit Kusta.
Pada tahun itu juga setelah menyelesaikan studinya di Eropa, Dr. J. B. Sitanala
kembali ke Indonesia dan ditempatkan di Maluku sebagai seorang ahli penyakit
Kusta di Saparua. Pada bulan Juni 1928 dipindahkan ke Leproserie Pelantungan di
Jawa Tengah dan bekerja di sana sampai tahun 1931. Pada tahun ini juga Dr. J.B.
Sitanala diangkat oleh pemerintah Belanda menjadi Kepala Pemberantasan Penyakit
Kusta di Indonesia dan berkedudukan di Semarang, Jawa Tengah. Sebagai akibat
dari pada pengalaman-pengalaman lapangan yang berharga itu kariernya sebagai
seorang dokter makin menanjak. Khazanah pengetahuannya dalam ilmu kedokteran
makin bertambah. Apalagi beliau sering mengikuti ekspedisi-ekspedisi ilmiah
dalam bidang kesehatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian internasional.
Hasil-hasil penelitian dokter Sitanala dan penemuan penyakit Granuloma Venereum
oleh alumnus STOVIA ini menarik perhatian para ahli kedokteran.
Ilmu pengetahuan
yang diperoleh melalui bimbingan para guru besar di Eropa itu ternyata dapat
dimanfaatkan oleh dokter Sitanala dalam tugas-tugas pengabdiannya kepada masyarakat
dunia dan bangsanya sendiri. Sebagai perintis dalam pemberantasan penyakit
kusta, jasa-jasanya tidak saja dihargai di Indonesia, tetapi namanya pun
terkenal luas dalam dunia internasional. Selanjutnya atas jasa-jasanya dokter
Sitanala sebagai seorang peneliti yang menghasilkan banyak karya ilmiah berupa
laporan-laporan ilmiah, makalah-makalah pakta pertemuan-pertemuan ilmiah
intemasional dan buku-buku ilmiah lainnya yang berguna sekali bagi pengembangan
ilmu penyakit kusta, beliau dianugerahi pula bintang jasa dari perkumpulan Sarjana-Sarjana
Internasional.
Di dalam
lembaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kembali
kemerdekaannya dari penjajah Belanda, tercatat nama Dr. J. B. Sitanala sebagai
seorang pejuang dan perintis kemerdekaan. Jiwa nasionalis, yaitu cinta kepada
bangsa dan tanah airnya telah dimiliki sejak masa muda dan masa studinya.
Bahkan dalam menunaikan tugasnya sebagai seorang dokter, beliau selalu menaruh
perhatian kepada pergerakan dan pergolakan bangsanya untuk memperoleh
kemerdekaan. Oleh pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu beliau dianggap
berbahaya dan selalu diawasi. Beliau selalu dicurigai dan digelari sebagai
tokoh yang anti kolonialisme. Selama hidupnya Dr. J. B. Sitanala mengabdikan
diri dan menyediakan tenaga untuk ilmu pengetahuan, perikemanusiaan dan
perjuangan bangsanya. Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945 dan bertempur dengan hebat mempertahankan
kemerdekaan tersebut Dr. J. B. Sitanala dan kawan-kawannya tetap menjalankan
tugas sebagai pejuang dan pengabdi kemanusiaan. Beliau bersama beberapa
rekannya segera mengambil inisiatif untuk mendirikan Palang Merah Indonesia. Setelah
selesai perang kemerdekaan melawan penjajah Belanda dan terbentuknya negara
kesatuan Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia di tanah
air Indonesia, Dr. J. B. Sitanala masih terus mengabdikan dirinya bagi bangsa
dan kemanusiaan. Di dalam hari ketuaan dan sisa hidupnya beliau masih diserahi
tugas kepemimpinan sebagai Kepala Kesehatan Kotapradja Ambon. Selain itu
menjabat Ketua Ikatan Dokter Indonesia cabang Maluku dan Ketua Kehormatan
Palang Merah Indonesia cabang Ambon. Sampai dengan akhir hayatnya masih banyak
hal yang beliau sumbangkan untuk mengisi kemerdekaan, khususnya di daerah
Maluku tempat asal dan kelahirannya.
Setelah kembali
ke daerah Maluku pada tahun 1947, Dr. J .B. Sitanala meneruskan misi PMI di
daerah ini. Atas usahanya terbentuk PMI Cabang Ambon pada tahun 1950 yaitu
sesudah peristiwa pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan). Sebagai Ketua
diangkat Ds. C. Mataheru oleh Synode Gereja Prostestan Maluku, sedangkan Dr.
J. B. Sitanala sendiri tetap menjabat Ketua Kehormatan sampai dengan
meninggalnya pada bulan Desember tahun 1958.
Sebagai seorang
pejuang yang banyak jasanya untuk perjuangan kemerdekaan, Dr. J. B. Sitanala
masih. diberi kepercayaan dan penghormatan oleh Pemerintah · Republik Indonesia
untuk menjabat jabatan Ketua Panitia Pemilihan Indonesia Daerah Maluku pada
pemilihan umum pertama di negara kita tahun 1955. Bersama-sama dengan
Sekretaris Umum-nya saudara Cor Loppies, Dr. J. B. Sitanala dapat memimpin
jalannya pemilihan umum di daerah Maluku pada waktu itu dengan baik melalui
berbagai kesulitan dan hambatan. Sebagai seorang pengabdi ilmu pengetahuan, Dr.
J. B. Sitanala adalah seorang ahli penyakit Kusta pertama bangsa Indonesia.
Sehubungan dengan itu beliau memiliki pula sebuah perpustakaan pribadi dengan
berbagai macam buku ilmu pengetahuan dan statistik tentang berbagai penelitian
terutama di bidang ilmu pengetahuan kedokteran. Selain itu terdapat pula
bibliotik yang berharga tentang Sejarah Maluku. Akan tetapi sangat disesalkan
karena sepeninggal beliau sebagian besar buku-buku dan catatan-catatan ilmu
kedokteran tersebut telah tercecer ke mana-mana dan tak tentu rimbanya.
Untunglah bahwa sebagian dari buku-buku sejarah yang berharga tentang sejarah
Maluku masih dapat diselamatkan dan atas kesepakatan keluarga beliau, buku-buku
tersebut telah diserahkan kepada Perpustakaan Museum SiwaLima Ambon. Di dalam
sejarah pertumbuhan Pendidikan Tinggi di daerah Maluku, Dr. J. B. Sitanala
tercatat sebagai seorang tokoh dan peletak Dasar Perguruan Tinggi Maluku.
Sesuai dengan politik pendidikan dari Pemerintah Kolonial maka sampai dengan
proklamasi kemerdekaan Indonesia, tidak pernah didirikan suatu Perguruan Tinggi
di Maluku. Satu satunya sekolah yang tertinggi sampai Perang Dunia II.
Dalam dunia pendidikan Tinggi di daerah ini masih terdapat kekosongan dan Dr. J. B. Sitanala sebagai salah seorang Sarjana yang tertua dan terkenal itu mulai memikirkan keadaan ini. Bersama beberapa rekan sarjana dan beberapa tokoh dan pemuka masyarakat di daerah ini Dr. J. B. Sitanala mengambil inisiatif mendirikan sebuah yayasan swasta yang diberi nama "Yayasan Perguruan Tinggi Maluku" yang dibentuk pada tanggal 20 Juli 1955. Pada tanggal 3 Nopember 1961 Yayasan ini dirubah namanya menjadi Yayasan Perguruan Tinggi Maluku wan Irian Barat dan diketuai oleh dr. M. Haulussy. Pada bulan Maret tahun 1956 Dr. J .B. Sitanala meletakkan batu pertama pembukaan Fakultas Hukum, yang merupakan fakultas pertama dari Perguruan Tinggi Maluku yang kemudian bernama Universitas Pattimura. Sebagai Dekan yang pertama ditunjuk Mr. Chris Soplanit. Universitas Pattimura kemudian berkembang dengan pesat dan dengan surat Keputusan Menteri PTIP No. 99 tahun 1962, pada tanggal 8 Agustus 1962 Universitas Pattimura ditetapkan sebagai Universitas Negeri. Untuk mengenang dan mengingat jasa-jasa almarhum Dr. J. B. Sitanala sebagai seorang pengabdi ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan dan jasa-jasanya yang telah diberikan kepada nusa dan bangsa khususnya di daerah Maluku, maka namanya diabadikan pada sebuah Yayasan pendidikan dari Gereja Protestan Maluku (GPM) yaitu "Yayasan Pembinaan Pendidikan Kristen" Dr. J. B. Sitanala" yang disingkat sebagai Y.P.P.K. Dr. J. B. Sitanala.